Kewarganegaraan
Penerapan
Prinsip Good Governance pada Sektor Publik
Penerapan
sembilan prinsip good governance hendaknya dapat diterapkan diseluruh sektor
pembangunan, dengan memerhatikan agenda kebijakan pemerintah untuk beberapa
tahun mendatang yang perlu disesuaikan dan diarahkan kepada:
1. Stabilitas moneter, khususnya kurs dolar AS (USD) hingga
mencapai target wajar, dan stabilitas harga kebutuhan pokok pada tingkat yang
terjangkau.
2. Penanganan dampak krisis moneter, khususnya pengembangan proyek padat karya untuk mengatasi pangangguran dan percukupan kebutuhan pangan bagi yang kekurangan.
3. Rekapitalisasi perusahaan kecil dan menengah yang sebenarnya sehat dan produktif.
4. Operasional langkah reformasi meliputi kebijaksanaan moneter, sistem perbankan, kebijakan fiskal, dan anggaran serta penyelesaian utang swasta dan restrukturisasi sektor riil.
5. Melanjutkan langkah manghadapi era globalisasi, khususnya untuk meningkatkan ketahanan dan daya saing ekonomi.
2. Penanganan dampak krisis moneter, khususnya pengembangan proyek padat karya untuk mengatasi pangangguran dan percukupan kebutuhan pangan bagi yang kekurangan.
3. Rekapitalisasi perusahaan kecil dan menengah yang sebenarnya sehat dan produktif.
4. Operasional langkah reformasi meliputi kebijaksanaan moneter, sistem perbankan, kebijakan fiskal, dan anggaran serta penyelesaian utang swasta dan restrukturisasi sektor riil.
5. Melanjutkan langkah manghadapi era globalisasi, khususnya untuk meningkatkan ketahanan dan daya saing ekonomi.
Di samping itu
perlu juga diperhatikan adanya keberhasilan pembangunan aparatur negara dalam
rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik dalam era reformasi dewasa ini. Hal
ini paling tidak dapat dilihat dari seberapa jauh keberhasilan pencapaian
tujuan reformasi sebagaimana tercantum dalam Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1998,
Bab III yang mencakup:
1. Mengatasi krisis ekonomi dalam waktu sesingkat-singkatnya terutama untuk menghasilkan stabilitas moneter yang tanggap terhadap pengaruh global dan pemulihan aktivitas usaha nasional.
2. Mewujudkan kedaulatan rakyat dalam seluruh sendi kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara melalui perluasan dan peningkatan partisipasi politik rakyat secara tertib untuk menciptakan stabilitas nasional.
3. Menegakkan hukum berdasarkan nilai kebenaran dan keadilan, hak asasi manusia menuju terciptanya ketertiban umum, dan perbaikan sikap mental.
4. Meletakkan dasar-dasar kerangka dan agenda reformasi pembangunan, agama, dan sosial budaya dalam usaha mewujudkan masyarakat madani.
1. Mengatasi krisis ekonomi dalam waktu sesingkat-singkatnya terutama untuk menghasilkan stabilitas moneter yang tanggap terhadap pengaruh global dan pemulihan aktivitas usaha nasional.
2. Mewujudkan kedaulatan rakyat dalam seluruh sendi kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara melalui perluasan dan peningkatan partisipasi politik rakyat secara tertib untuk menciptakan stabilitas nasional.
3. Menegakkan hukum berdasarkan nilai kebenaran dan keadilan, hak asasi manusia menuju terciptanya ketertiban umum, dan perbaikan sikap mental.
4. Meletakkan dasar-dasar kerangka dan agenda reformasi pembangunan, agama, dan sosial budaya dalam usaha mewujudkan masyarakat madani.
Sedangkan
agenda aksi reformasi pemerintahan dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik
di Indonesia menurut Bintoro Tjokroamidjojo (2000) adalah perlunya pengarahan
terhadap beberapa hal pokok sebagai berikut:
1. Perubahan sistem politik ke arah sistem politik yang
demokratis, partisipatif, dan egalitarian.
2. Reformasi dalam sistem birokrasi militer (TNI), dimana
kekuatan militer harus menjadi kekuatan yang profesional dan independen, bukan
menjadi alat politik partai atau kekuasaan pemerintah (presiden), yang
mendudukkannya sebagai kekuatan pertahanan negara.
3. Reformasi dalam bidang administrasi publik perlu diarahkan
pada peningkatan profesionalisme birokrasi pemerintah dalam rangka meningkatkan
pengabdian umum, pengayoman, dan pelayanan publik.
4. Reformasi pemerintahan yang juga penting adalah perubahan
dari pola sentralisasi ke desentralisasi, bukan dalam rangka separatisme atau
federalisme.
5. Agenda aksi reformasi lain yang juga strategis adalah
menciptakan pemerintah yang bersih (clean goverment) yang terdiri atas tiga
pokok agenda, yaitu:
a. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dari praktik-praktik korupsi, kolusi, kronisme, dan nepotisme (KKKN).
b. Disiplin penerimaan dan penggunaan uang/dana rakyat, agar tidak lagi mengutamakan pola deficit funding dan menghapuskan adanya dana publik nonbudgeter.
c. Penguatan sistem pengawasan dan akuntabilitas publik aparatur negara.
Penerapan good
governance pada sektor publik tidak dapat terlepas dari visi masa depan
Indonesia sebagai fokus tujuan pembangunan kepemerintahan yang baik. Pemerintah
yang baik dapat dikatakan sebagai pemeritah yang menghormati kedaulatan rakyat
dan memiliki tugas pokok yang mencakup:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Berkaitan
dengan hal tersebut, maka perlu dipahami pula bahwa dalam Ketetapan MPR Nomor
VII/MPR/2001 telah ditetapkan visi masa depan Indonesia dalam kurun waktu 20
tahun yang disebut Visi Indonesia 2020, yaitu: “Terwujudnya masyarakat
Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju,
mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara.” Sedangkan pada
Bab IV butir 9 ditegaskan bahwa baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara
adalah mencakup:
1. Terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional,
transparan, akuntabel, memiliki kredibilitas dan bebas korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
2. Terbentuknya penyelenggaraan negara yang peka dan tanggap
terhadap kepentingan dan aspirasi rakyat di seluruh wilayah negara termasuk
daerah terpencil dan perbatasan; dan berkembangnya transparansi dalam
budaya dan perilaku serta aktivitas
politik dan pemerintahan.
Terselenggaranya
good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan
aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita bangsa bernegara.
Dengan demikian, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem
pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan legitimate, sehingga penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil
guna, bersih dan bertanggung jawab, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Sejalan dengan
hal tersebut, dan dalam rangka pelaksanaan ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998
tentang Penyelenggaraan Negarayang Bersih dan Bebas Kolusi, Korupsi, dan
Nepotisme, dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara
yang bersih dan bebas kolusi, korupsi dan nepotisme sebagai tindak lanjut dan
ketetapan MPR tersebut, telah diterbitkan instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintahan. Dalam pasal 3 undang-undang tersebut dinyatakan
tentang asas-asas umum penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas
keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas
akuntabilitas.
Menurut
penjelasan undang-undang tersebut, asas akuntabilitas adalah asas yang
menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan
negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Presiden berkewajiban mempertanggungjawabkan
seluruh kegiatan pemerintahan secara
periodik kepada MPR. Pertanggungjawaban Presiden tersebut merupakan
akumulasi dari keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan
pembangunan instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang perlu
disampaikan pula kepada DPR atau DPRD.
Oleh sebab
itu, Inpres Nomor 7 Tahun 1999 mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan negara mulai pejabat eselon II ke atas untuk
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan
pengelolaan sumber daya dan kebijaksanaan yang dipercayakan kepadanya
berdasarkan perencanaan strategis yang dirumuskan sebelumnya.
Pertanggungjawaban dimaksud adalah:
1. Disampaikan kepada atasan masing-masing, kepada lembaga-lembaga
pengawasan dan penilaian akuntabilitas yang berkewenangan, dan akhirnya kepada
presiden selaku kepala pemerintahan.
2. Dilakukan melalui sistem akuntabilitas dan media pertanggungjawaban yang harus dilaksanakan secara periodik dan melembaga.
2. Dilakukan melalui sistem akuntabilitas dan media pertanggungjawaban yang harus dilaksanakan secara periodik dan melembaga.
Dalam rangka
pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah tersebut, presiden menugaskan Kepala
Lembaga Administrasi Negara untuk menetapkan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah sebagai bagian dan sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah.
Dalam Surat
Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 589/IX/6/Y/99, yang
diperbarui oleh Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, diutarakan bahwa Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) adalah perwujudan kewajiban suatu instansi
pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan
misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui
pertanggungjawaban secara periodik. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah pada pokoknya adalah instrumen yang digunakan instansi pemerintah
dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan misi organisasi, terdiri atas berbagai komponen yang
merupakan satu kesatuan, yaitu perencanaan strategis, serta perencanaan,
pengukuran kinerja, dan pelaporan kinerja. Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah dokumen yang berisi gambaran perwujudan
LAKIP yang disusun dan disampaikan secara sistematik dan melembaga. LAKIP
bermanfaaat antara lain untuk:
1. Mendorong instansi pemerintah untuk menyelenggarakan tugas
umum pemerintah dan pembangunan secara baik dan benar (good governance) yang
didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, kebijaksanaan yang
transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Menjadikan instansi pemerintah lebih akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya.
3. Menjadi masukan dan umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan kinerja instansi pemerintah.
2. Menjadikan instansi pemerintah lebih akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya.
3. Menjadi masukan dan umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan kinerja instansi pemerintah.
dari berbagai sumber